UNAAHA – Sore itu, halaman rumah warga di Desa Kumapo, Kecamatan Onembute, tampak dipenuhi tumpukan buah pinang yang dijemur rapi di atas tikar anyaman. Aroma khas pinang yang mengering perlahan tercium, menandakan proses panjang menuju sumber penghasilan baru bagi masyarakat setempat.
Bagi Indra, salah seorang warga, pinang bukan lagi sekadar tanaman sampingan di kebun. Ia kini melihatnya sebagai peluang usaha rumahan yang bisa menopang ekonomi keluarga. Dengan sabar, ia menceritakan rutinitasnya dalam mengolah pinang.
“Prosesnya sekitar satu minggu. Tiga hari untuk ambil dari kebun, lalu tiga hari lebih dijemur. Dari dua karung pinang, beratnya sekitar 70 kilo, bisa jadi Rp700 ribu,” tuturnya sambil menunjukkan hasil jemuran yang mulai mengeras.
Harga pinang yang kini stabil di angka Rp10 ribu per kilogram membuat semangat warga kian tumbuh. Terlebih, pekerjaan ini tidak membutuhkan modal besar. Hanya ketelatenan dan waktu luang yang menjadi kunci.
Hal serupa juga dirasakan Asset, warga lain yang ikut menekuni usaha ini. Menurutnya, pekerjaan mengolah pinang bisa dilakukan fleksibel, bahkan di sela-sela aktivitas lain.
“Mulai dari menjolok buah, membelah, mencungkil, lalu dijemur. Kalau malam, biasanya saya gunakan waktu untuk mencungkil. Jadi lebih efisien,” katanya.
Di balik sederhana prosesnya, pinang kini memberi harapan baru bagi masyarakat Kumapo. Mereka tak lagi hanya bergantung pada hasil pertanian yang harga pasarnya sering berfluktuasi. Pinang menawarkan sesuatu yang lebih pasti: usaha kecil yang menjanjikan keuntungan nyata.
Harapan warga kini sederhana dukungan dari pemerintah daerah agar usaha rumahan berbasis pinang ini bisa naik kelas, baik dari segi pelatihan, pengolahan modern, maupun akses pasar yang lebih luas.
“Kalau ada bantuan pemasaran, pasti lebih banyak yang mau ikut. Soalnya, hasilnya cukup untuk membantu keluarga,” ujar Indra dengan senyum penuh harap.
Dari halaman rumah sederhana di Kumapo, pinang tumbuh menjadi simbol kerja keras dan optimisme baru bagi masyarakat pedesaan.
Editor: Indi Laawu
Comment