
KENDARI, INDITIMES.ID – Menyoal penjarahan yang terjadi di Museum dan Taman Budaya Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), Dosen Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UHO, Dr. Basrin Melamba, M.A., yang juga dikenal sebagai sejarawan menyayangkan kejadian tersebut.
Saat dihubungi indiTIMES.ID, Selasa 02 Februari 2021, Basrin mengatakan hilangnya benda cagar budaya yang merupakan koleksi pengadaan Museum Pusat merupakan pelajaran bagi OPD terkait, dalam hal ini Dinas Pendidikan dan Kebudayaan terkait dengan kebijakan mengenai museum.
“Selain identifikasi dan cek registrasi benda cagar budaya yang hilang, perlu juga ada evaluasi Dikbud terkait kebijakan anggaran museum. Misalnya ada alokasi anggaran untuk pengadaan gedung tempat penyimpanan benda bersejarah yang aman, termasuk pengamanan misalnya CCTV atau security,” katanya.
Selain menyinggung mengenai kebijakan anggaran untuk museum, lelaki yang telah melanglang buana ke museum di Belanda dan Itali ini memberikan saran agar di era digital ini pemerintah harus mulai berfikir untuk membuat museum digital, seperti di dua negara yang dikunjunginya tersebut.
“Perlu difikirkan kedepan di era digital ini membuat museum digital, dengan museum digital misalnya pengunjung itu tidak perlu ke museum jadi tinggal buka situs museum. Jadi di situ ada deskripsi tentang benda-benda cagar budaya, baik itu nama, jenis, ukuran, asal usul dan periode benda itu. Saya fikir perlu dibuat seperti beberapa museum di luar negeri, di Belanda dan Itali yang pernah saya kunjungi juga memiliki museum digital karena tuntutan zaman,” sarannya.
Lanjutnya, jika dibandingkan dengan museum dibeberapa daerah di Indonesia meraka memiliki anggaran, dan sistem pengamanan yang ketat. Bukan mencari siapa yang patut dikambing hitamkan, namun hal ini menjadi evaluasi antara legislasi dan eksekutif.
“Menjadi evaluasi agar pihak legislasi dan eksekutif lebih memperhatikan tentang bagaimana kebijakan mereka terhadap museum, dan agar museum ini punya anggaran APBD yang cukup baik untuk pengamanan, perawatan atau pemeliharaan termasuk kegiatan yang merupakan tupoksi museum. Itu harus diperhatikan,” jelasnya.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukannya, dibeberapa daerah di Sultra perhatian pemda terhadap museum sangat sedikit bahkan dianggap anak bawang dengan prioritas mega proyek.
“Padahal museum ini tempat dimana ditempatkannya benda-benda identitas sejarah dan budaya masa lalu yang menjadi identitas masyarakat di Sultra, ini menjadi pelajaran untuk stakeholder agar memberikan perhatian terhadap pengamanan. Ini menjadi evaluasi kita bersama,” harapnya.
Karena menurutnya, siapapun Kepala Museum jika tidak ditunjang oleh anggaran yang memadai jelas akan menemui kendala di lapangan, utamanya Standar Operasional Pengamanan (SOP).
“Kita tidak hanya cukup berkata melestarikan, melindungi, mengembangkan budaya kita tanpa upaya yang nyata seperti menganggarkan porsi untuk meseum. Perlu perhatian anggaran pengamanan sesuai standar operasional prosesur,” tandasnya.
Basrin juga membeberkan mengacu pada evaluasi Museum Pusat, bahwa Museum Prov Sultra mendapat nilai “C” salah satu indikator nilai tersebut karena tidak adanya pengamanan baik security atau CCTV.
Comment