by

Kain Tenun Konawe Utara Disulap Defrico Menjadi Busana Memukau di Ajang Jogja Fashion Week

JOGJA – Busana kain tenun khas Konawe Utara Sulawesi Tenggara, kembali tampil dalam ajang fashion nasional, Jogja Fashion Week (JFW) di Jogja Expo Center (JEC) Yogyakarta, Sabtu 09 Agustus 2025.

Busana yang dibuat dari bahan kain tenunan khas Konut, diperagakan oleh 10 model di atas catwalk.

Keindahan busana tersebut merupakan karya dari Defrico Audi berkolaborasi dengan Dewan Kerajinan Nasional Daerah atau Dekranasda Konawe Utara. 

Defrico merupakan salah satu desainer papan atas yang membawa kebudayaan nusantara dalam karyanya. 

Menampilkan busana dari kain tenun khas Konawe Utara, Defrico memadukan 2 motif tenun tradisional yakni Kalosara dan Oheo. 

Ketua Dekranasda Konut Wisra Wasta Wati, sosok istri Bupati Konawe Utara H Ikbar, hadir menyaksikan peragaan busana tersebut. 

Wisra melalui keterangannya mengatakan keikutsertaan dalam JFW, sebagai ajang mempromosikan kain tenun khas Konawe Utara.

“Ini sebagai upaya kita untuk memperkenalkan kain tenun Konawe Utara, sekaligus meningkatkan value-nya,” kata Wisra yang juga anggota DPRD Sultra ini, Minggu 10 Agustus 2025.

Untuk meningkatkan kualitas dan produksi kain tenun Konut, Dekranasda bersama pemerintah daerah (pemda) menghadirkan sentra tenun. Selain itu, juga berbagai pelatihan bagi pengrajin dan calon pengrajin di daerah tersebut.

Sentra tenun menjadi pusat lokasi pelatihan, berlokasi di kampung tenun Desa Kampoh Cina Kecamatan Wawolesea, Konawe Utara. 

Kain tenun merupakan salah satu produk kerajinan tekstil Konawe Utara 

Kain tenun Konawe Utara mulai dikenal di kancah fashion nasional dengan keindahan dan keunikan motifnya. 

Selain JFW, kain tenun Konawe Utara menjadi langganan Indonesian Fashion Week (IFW), salah satu ajang fashion terbesar di Tanah Air. 

Kain tenun Konawe Utara punya 2 motif khas yakni kain Kalosara dan Oheo.  Perpaduan motif ini tidak hanya menampilkan keindahan visual. Tetapi juga menyiratkan makna budaya yang mendalam dari warisan leluhur Suku Tolaki di Sulawesi Tenggara. 

Kain tenun Kalosara mengandung filosofi adat istiadat masyarakat Tolaki yang bersumber dari sara owoseno atau sara tolaki.  

Kalosara adalah simbol hukum adat yang sangat penting bagi masyarakat Tolaki. 

Kalosara juga memiliki makna yang berkaitan dengan stratifikasi sosial dan digunakan untuk menyampaikan berita penting kepada masyarakat.  

Sementara, kain tenun Oheo diangkat dari cerita rakyat Tolaki yang melegenda tentang seorang pemuda bernama Oheo.  

Kisah ini mengisahkan kehidupan sederhana seorang petani yang secara tak sengaja bertemu tujuh bidadari di tepi sungai dan kemudian menikahi salah satunya. 

Cerita ini telah hidup secara turun-temurun di wilayah eks Kerajaan Konawe yang kini berada dalam wilayah administratif Konawe Utara. 

Berikut profil kain tenun Kalosara dan Oheo asal Kabupaten Konut, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra): 

Kain Tenun Kalosara 

Bentuk dan pembuatan:

– Kalosara berupa lingkaran rotan yang melingkar;

– Kalosara terbuat dari tiga utas rotan yang dililit ke kiri, sehingga membentuk lingkaran;  

– Ujung lilitan disimpul dan diikat, dengan dua ujung rotan tersembunyi dalam simpul dan satu ujung mencuat kelua

Fungsi:

– Kalosara digunakan sebagai simbol hukum adat dalam berbagai bidang, seperti pemerintahan, pertanahan, perkawinan, pewarisan, utang-piutang, dan penyelesaian konflik; 

– Kalosara juga digunakan untuk menyampaikan berita penting kepada masyarakat, seperti wafatnya seseorang, pernikahan, dan undangan kepada tamu terhormat.  

Makna: 

– Kalosara memiliki makna yang terkait dengan stratifikasi sosial masyarakat Tolaki, yaitu anakia (bangsawan), towonua (penduduk asli/pemilik negeri), dan o ata (budak). Ukuran kalosara juga bisa berbeda tergantung pada status sosial seseorang. 

– Kalosara sendiri merupakan simbol keramat berbentuk lingkaran yang dirangkai dari tiga pilahan rotan, melambangkan kesatuan, keseimbangan, dan keharmonisan hidup dalam masyarakat adat. 

Kain Tenun Oheo 

Kain Tenun Oheo diangkat dari cerita rakyat Tolaki yang melegenda tentang seorang pemuda bernama Oheo.  

Kisah ini mengisahkan kehidupan sederhana seorang petani yang secara tak sengaja bertemu tujuh bidadari di tepi sungai dan kemudian menikahi salah satunya. 

Cerita ini telah hidup secara turun-temurun di wilayah eks Kerajaan Konawe yang kini berada dalam wilayah administratif Kabupaten Konawe Utara.

Editor: Indi Laawu

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *